<data:blog.pageTitle/>

This Page

has moved to a new address:

https://aslisunda.com

Sorry for the inconvenience…

Redirection provided by Blogger to WordPress Migration Service
Tampolong: Juli 2009

Senin, 27 Juli 2009

Tahlil

Membaca tahlilan; cerita kecil dari Cilulumpang
Oleh Abdullah Alawi*
Ki Santibi sila dengan sempurna. Matanya terpejam. Mukanya tertunduk. Tangannya menengadah. Bibirnya bergerak-gerak, melapal kalimat-kalimat yang hanya dia sendiri mendengarnya. Di hadapannya terdapat parukuyan (pedupaan) mengepulkan asap kemenyan menerobos langit-langit. Baunya memenuhi seantero ruangan. Dia sedang khusu berdo’a mengantar arwah mang Kusnadi yang meninggal dunia beberapa hari yang lalu. Setelah itu, dia mempersilakan kepada ajengan setempat untuk memimpin tahlilan diikuti seluruh yang hadir disitu. Itulah ritual tahlilan yang dilakukan penduduk di kampung Cilulumpang.
Seperti di daerah Sunda lainnya, penduduk kampung ini bertutur sapa dengan bahasa Sunda. Begitu pula dalam hal tradisi, tidak berbeda dengan masyarakat Sunda lainnya. Namun, ada beberaapa tradisi yang sudah punah dan ada yang tetap dirawat. Tradisi dongdangan, misalnya, sekarang sudah punah. Terakhir saya melihat tradisi ini ketika saya berusia enam tahun. Tapi ada juga tradisi yang masih tetap bertahan seperti layang syekh (manaqiban), yaitu membaca riwayat hidup syekh Abdul Qadir Jailani, marhabaan atau disebut juga mahinum, yaitu kenduri setelah 40 hari kelahiran seorang anak, dan tahlilan. Bagi kalangan anak-anak dan pemuda, ada istilah khusus menyebut tahlilan, yaitu ULBK (Usaha Leutik Bayaran Kontan), maksudnya usaha kecil yang dibayar tunai (dengan makanan).
Seperti di daerah lain, tahlilan dilakukan selama tujuh hari berturut-berturut setelah meninggal seseorang, kemudian keempat puluh hari (matang puluh), keseratus hari (natus) dan keseribu hari (nyewu).
Dalam tulisan ini, saya tidak akan mengulas apakah tahlilan itu bid’ah atau tidak, karena itu hanya akan mengulang perdebatan yang tidak produktif. Apalagi merujuk teks-teks hadis atau qaul ulama. Bisa segerobak dalil dikumpulkan. Tapi saya ingin melihat bahwa tahlilan sebagai sesuatu yang sudah mendarah daging di kampung ini, dirawat, berevolusi, peran perempuan, dan bagaimana kemesraan antara agama (Islam) dengan kesundaan. Alhasil, tulisan ini hanyalah semacam cerita; seperti dalam tema tulisan ini, cerita kecil yang berasal dari kampung di sebuah kaki gunung Bongkok Sukabumi.
Kemesraan punduh dan ajengan
Di kampung Cilulumpang, setiap orang meninggal selalu ditahlilkan. Seolah ada yang kurang tanpa melakukan ritual itu. Bahkan sudah seperti kewajiban syariat. Dalam pelaksanaannya, ritual ini diawali dengan doa yang dilakukan punduh sambil membakar kemenyan. Punduh adalah seorang yang bertugas ngurebkeun (menguburkan) mayat yang berasal dari tradisi Sunda. Kemudian dilanjutkan oleh ajengan untuk memimpin tahlil. Ajengan adalah orang yang ahli dalam agama (Islam). Sama dengan kiai di daerah Jawa. Ajengan bertugas memimpin tahlil. Biasanya diawali pembacaan hadiyah, membaca qulhu (al-Ikhlas) 33 kali, falaq binnas (al-Falaq dan al-Nas), ayat kursi, akhir surat Ali-Imran, wa’fu ana waghfir lana 33 kali, ya arhama rahimin irhamna 33 kali, astaghfirullahaladim 33 kali, subhanallah wabihimdihi 33 kali, la ilaha illa Allah 33 kali, dan diakhiri doa.
Dalam setiap tahlilan kedua orang ini dipastikan selalu hadir secara bersamaan, bahkan duduk berdampingan tanpa saling menegasikan. Keduanya punya tempat dan peran tersendiri. Berdoa dengan bahasa berbeda, dengan cara berbeda, tetapi tujuannya sama: mendoakan mayat. Mereka tidak merasa paling utama.
Setelah ritual tahlilan, biasanya yang hadir diberi makanan. Ada sedikit pergeseran dalam penyajian makanan. Pada tahun 85-an makanan disajikan di atas piring. Biasanya makanan yang dihidangkan adalah nasi dengan lauk daging atau telur, bihun, buncis dan kentang. Sedangkan ada makanan khas kampung yang disajikan dalam nyiru (tampah). Isinya biasanya rengginang, renggening, dapros, peuyeum, cuhcur, ali, dll. Lalu pada tahun 95-an penyajiannya dibungkus dalam kertas nasi. Isinya masih tetap seperti semula. Pada tahun 2000-an makanan disajikan hanya dua buah mie, dan satu butir telur.
Sehabis tahlilan, ada yang langsung pulang, ada yang masih duduk santai dengan suasana keakraban. Mereka bisa ngobrol ngalor-ngidul, berbicara tentang apa saja. Mulai dari cerita kebaikan almarhum, masalah irigasi, hama tanaman, sepak bola, gosip artis, hingga politik. Gelak-tawa segar kadang muncul ketika ada yang lucu. Antara ajengan, punduh dan masyarakat biasa bisa duduk bersama. Tanpa ada yang didaulat menjadi narasumber seperti di seminar atau dalam proses perkuliahan. Semua bisa ngobrol lepas tanpa ada dominasi. Suasana ini jelas bisa menghibur keluarga yang ditinggalkan dan sebagai perekat sosial antartetangga. Selain itu, kadang rencana-rencana, konvensi, bisa dilakukan, misalnya kerja bakti membersihkan jalan, membetulkan irigasi, merehab mesjid bahkan gotong-royong membantu tetangga yang terkena musibah. Arus globalisasi yang menggurita kemana-mana yang mendorong orang ke arah individualis, sejenak dilawan dalam suasana itu.
Absennya perempuan?
Hampir setiap tahlilan, saya belum pernah melihat keikutsertaan perempuan menyatu dengan laki-laki. Apalagi perempuan sebagai pemimin tahlilan. Sebenarnya tidak ada larangan secara khusus. Mungkin sudah menjadi kebiasaan saja. Tapi bukan berarti perempuan tidak berperan sama sekali. Bahkan perannya sangat vital. Ibu-ibu tetangga sigap membantu membikin penganan, mengirim beras bagi keluarga yang meninggal. Bahkan yang mendesain evolusi tahlilan dalam urusan makanan adalah perempuan. Mereka memang ada di ruang belakang, tidak populer, tapi apakah dengan demikian kita mesti mengatakan mereka terbelakang atau tertindas?
Terus dirawat
Saya pernah ngobrol dengan beberapa anak muda. Ketika saya bertanya tentang masalah tahlilan, ada salah seorang yang mengatakan bahwa tahlilan itu begitu memberatkan bagi keluarga yang sedang bela sungkawa. Ketika saya tanya kenapa, dia menjawab bahwa tahlilan itu biayanya mahal. Saya paham atas alasannya. Jelas alasannya bukan berangkat dari teks apa pun yang mengatakan itu bid’ah, karena pemuda tersebut tidak pernah belajar di sekolah modern, bukan lulusan fakultas ushuluddin UIN (dulu IAIN) atau di pesantren modern. Tapi berangkat dari kenyataan yang ia saksikan. Saya menyimpan dalam hati keluhan anak muda tersebut.
Suatu ketika, kang Dadang meninggal. Orang yang asalnya lumayan kaya ini jatuh miskin karena usahanya bangkrut total. Hampir saja keluarganya tidak melakukan tahlilan. Untung saja ajengan setempat cepat tanggap. Sehabis shalat maghrib, tidak membaca wiridan, tapi langsung tahlilan untuk kang Dadang.
Dari cerita ini, betapa arifnya sang ajengan membaca situasi. Dia tak memaksakan diri ajaran yang dianutnya untuk dilaksanakan. Lentur dalam menghadapi kenyataan. Tidak kaku dalam merawat tradisi yang turun-temurun. Seandainya hal itu yang dilakukan, tidak mustahil akan terjadi resistensi dari masyarkat.
Sejak itu, bagi keluarga yang mampu, tahlilan dilaksanakan di rumah. Tapi bagi yang tidak mampu, dilaksanakan di masjid tanpa makanan.

Sukabumi, 24 Januari 2009
*penulis adalah mahasiswa Tafsir Hadis multisemester, bergiat di FS. Piramida Circle

Isi paragraf sembunyi

Label:

Selasa, 21 Juli 2009

Kosan Free


Kosanku di Sedap Malam tak bisa dipertahankan karena ibu kos tetap pada pendiriannya: meminta tahunan. Tentu saja permintaannya tak bisa dipenuhi karena jangankan tahunan, per bulan pun tersndat-sendat. Sebenarnya kosan ini terbilang murah dibanding kosan lain. Hanya 4 juta per tahun dengan kosan tiga ruangan dan kamar mandi di dalam. Dan tersedia dapur. Tapi untuk ukuranku dan dengan seorang teman, terbilang berat. Ya sudahlah, aku dan temanku mesti pidah; hijrah…
Berhari-hari kami mencari kosan dari satu tempat ke tempat lain. Beberapa kosan ditemukan. Beberapa ada yang cocok dengan suasananya, tapi tak cocok harganya. Ada yang cocok harganya, tapi susananya tak cocok.
Kami terus menncari. Bertanya ke teman-teman. Memasuki gang-gang kecil. Ketika melewati gang kampung utan, kami melihat seorang teman. Langsung saja mampir. Ternyata dia pelayan counter HP. Kami pun bertegur sapa dan bertanya kabar masing-masing. Pada akhirnya kami membicarakan kosan.
Oh, di belakang banyak kosan kosong,” katanya sambil menunjuk ke bangunan dua lantai yang berderet ruangan-ruangan yang menyampingi jalan.

“Oh ya?”
“Iya.”
“Dimana bu kos-nya?
“Tuh, yang paling pojok.”
Kami pun diantar menemui bu kos. Ternyata dia tak kemana-mana.
Kami pun membicarakan maksud kami menemuinya. Langsung saja dia melihat dia mengajak melihat-lihat ruangan berukuran 7 meter kali 5 meter. Sementara di salah satu pojok ruangan kamar mandi 2 meter kali 1 meter.
Di atas ada yang kosong?” kata temanku.
Ada.”
Ukurannya sama?
Sama.”
Mau lihat?
Iya.”
Kami pun menaiki tangga.
Ada dua kamar yang kosong katanya sambil membuka kunci salah satu ruangan. Daun pintu kamar ini penuh dengan pamphlet dan poster yang menempel. Di kanan atas ada pamphlet dengan warna dasar hitam. Di bagian atas ada tulisan berwarna kuning, “Golkar Hancur, Rakyatan Makmur”. Di bawahnya ada tulisan “Satu rasa, Satu Jiwa, Satu Kata, Satu Satu Cinta. Di bawahnya ada pamphlet, “Stop Perdgangan Anak. Di bawahnya lagi ada pamphlet berbunyi, Yang Bukan ANak Musik Dilarang Mausk” sementara di tengan daun pintu ada pamphlet yang paling besar sehingga memenuhi hamper separuh daun pintu. Dia sepertinga raja pamphlet di pintu ini. Raja pamphlet itu berwarna dasar hitam dengan gambar telaak kaki berwana hitam. Posisi tumit di bawah dan jari-jari kaki di atas. Di bu jari tergantung bandrol dengan tulisan: Nama Yosep. Umur: 18 Tahun.
“Namamu kok ada disitu?” kata temanku.
“Iya. Tapi lihat tulisan di atasnya,”Narkoba, Berani Coba, Hilang Nyawa,” jawabku.
“Silakan lihat-lihat!” kata bu kos.
Kami pun masuk meneliti ruangan, melihat kamar mandi dan membuka kran air. Setelah dicek dan ternyata bagus, aku kembali meneliti ruangan, memperhatikan dinding. Ketika melihat saklar, sku mencobanya, lampu menyala. Di salah satu dinding aku melihat poster bergambar bangunan tua berwarna kuning kusam. Di bawahnya ada tulisan Saudi Arabian Airlines. Di bawah poster itu ada lapadz Allah dengan huruf Arab. Sementara di bawahnya ada angka 14 dengan huruf latin. Aku langsung termenung melihat tulisan itu. Apa hubungannya? Atau tak sama sekali tak ada hubungannya? Barangkali penghuni kos sebelumnya menulis lapal Allah di satu waktu. Kemudian dia menulis sebuah rencana, entah rencana apa di tanggal 14. Untuk keberhasilan rencana itu, dia menuliskannya di bawah lapal ALLAh. Atau barangkali angka 14 adalah hari ualang tahunnya sendiri, atau pacarnya, atau setidaknya orang dekatnya. Atau mungkin tanggal 14 itu hari keberuntungannya. Atau mungkin tanggal 14 itu hari yang sial atau kenangan menyakitkan sehingga dia menuliskannya. Atau 14 itu tak berarti apa-apa. Dia cuma iseng menulisnya. Dan atau-atau lain yang aku tidak tahu.
Kini sudah genap dua bulan aku tinggal di kosan ini. Lapadz Allah dan angka 14 itu selalu membuatku bertanya dan berkhayal….
Kp Utan 16 Juli 2009

Label:

Rabu, 15 Juli 2009

I'm Missing You

Sangat menggelikan saat mengingat kalimat tersebut. Sebuah ungkapan dalam bahasa inggris yang kurang lebih artinya aku merindukan mu. Sebuah ungkapan yang biasanya diucapka seseorang terhadap pasangannya. Tapi lucunya terkadang itu hanya sebuah ungkapan untuk menutupi perasaan sesungguhnya, tapi terkadang memang seperti itu kenyataannya. Sebuah kejadian yang kualami seputar ungkapan I’m missing you, sepertinya patut untuk dierbincangkan, he…. ^_^ . 


Sore itu, aku agak lupa hari dan tanggalnya. Kira-kira jam 5 sore, selesai aku menelpon pacarku aku merasa jenuh. Iseng ku ubah Tema di ponselku, ketka aku menekan menu terpampang diatas layar Ponselku sebuah ungkapan, I’m Missing you. Tanpa berfikir panjang aku langsung masuk di pesan dan membuat pesan baru. Lalu aku pun menulis kalmat tersebut. Selesai diketik aku bingung mau mengirim sama siapa? Sama pacar? Ah baru saja aku menelpon dia. Iseng ku buka kontak yang ada di ponselku, kemudian setiap cewek yang nomornya ada disitu aku kirimi kalimat tersebut. Wush…… pesan terkirim. Entah keberapa orang aku mengirim kalimat tersebut. Yang jelas baru saja aku buka balasan dari seorang, belum sempat aku baca sudah bermunculan jawaban dari beberapa orang lain yang aku kirimi kalimat itu. 


Ada yang bilang “ah masa?” ada juga yang bilang “sama siapa? “ ada juga yang jawab apa maksudnya? Bahkan ada yang membalas dengan kalimat yang kurang enak didengar, seperti “maksudlo?” banyak juga yang respect, mungkin karna mereka sedikit suka sama aku, atau mungkin sangat suka, he….
Tapi bukan itu yang menggelikan, justru karna sebuah kata yang terdapat ditengah-tengah kalimat. Yaitu Missing. Sangat berbahaya apabila dijadikan sebuah senjata untuk menghancurkan, juga bisa dijadikan obat yang sangat mujarab. Makanya ada sebuah istilah “lidah itu lebih tajam dari pedang”. Pedang bisa dipakai membunuh orang, tapi lidah juga bisa dipakai ngupas kelapa muda tatkala kita kehausan. Begitupun dengan lidah. Namun apabila digali lebih dalam yang lebih bahaya itu bukan kata-kata atau pedangnya, melainkan siapa pemilik pedang dan siapa yang mengeluarkan kata-katanya. 


Pedang bisa berbahaya apabila dipegang sama rampok atau pembunuh, tapi kalau dipegang sama tukang jagal ya dipakai membunuh juga. Tapi yang dibunuh adalah hewan untuk dimakan. Begitupun dengan perkataan, apabila yang mengeluarkan para alim ulama maka hukumlah yang akan keluar, tapi apabila di ibu-ibu tukang gosip ya yang keluar pasti gosip terhangat. (tidak bermaksud menyinggung ibu-ibu BiGos)
Jadi, sekuat dan setajam apapun pedang tidak akan lebih tajam dari lisan. Makanya jagalah selalu lisan kita.

Tamba gado ngaburayot, itung-itung ngupdate artikel dina blog we. He….
Kampung utan, 14 Juli 2009

Label:

Rabu, 17 Juni 2009

SMART HAIER D1200




Setelah 6 bulan saya memakai HP Smart, saya merasa bingung awalnya. Tetapi setelah ngobrol ma temen ada satu solusi, yaitu mencoba di Unlock. Setelah Googling beberapa hari, membuka dan membaca banyak artikel. Ada yang bilang ga bisa lah karena bla..bla…bla…. ada juga yang bilang bisa di unlock. Entah mana yang benar, tapi sampai saat ini saya belum menemukan orang yang sudah berhasil dalm nge-Unlock Haier D1200 yang sudah di kawinkan dengan smart. Mungkin dibilang putus asa sih belum. Tapi setelah muter-muter ternyata ga dapat atau mungkin belum masuk ke listingnya Mbah-Google. Mungkin setelah membaca beberapa artikel bahkan sampai pendapat yang tau tentang frekuensi, bahwa HP Haier itu bermain di 1900mhz, nah sedangkan untuk CDMA yang lain sudah di 800mhz. nah makanya Haier ga bisa di modif, ini hanya pandangan saya. Banyak juga yang mengatakan kalo emang mao di unlock kayaknya ada Hardware yang dirubah ato lebih enak disebut Modif Hardware. Jadi saya berkesimpulan bahwa HP Modem Smart ini tidak bisa di UNLOCK. Mungkin ada yang sudah berhasil nge-Unlock nya ditunggu infonya.





Cerita sedikit tentang koneksi Haier ini. Dulu pas seminggu pertama beli kenceng banget, bahkan pernah saya semaleman DL sampai lebih dari 500MB. Tapi Cuma malam itu saja. Setelah tiga bulan baru terasa berat. Apalagi setelah 6 bulan. Mungkin karena terlalu banyak yang pakai sekarang mah. Sebenarnya tarif smart cukup murah dengan 50perak per sms, juga nlp yang lumayan murah lah.
Itung 2 bagi2 “kebahagian” kepada mereka2 yang punya HP Modem Smart D1200 yang pada beberapa minggu yang lalu sempat uring2an karena koneksinya yang hampir seperti jalannya keong. Atau bagi mereka yang mau beli, truis gak jadi karena dengar leletnya HP ini.
1. Pastikan signal Smart ditempat anda bagus, ada baiknya pinjem HP Smart temen dulu untuk ngetest apakah lokasi tempat anda tercover signal Smart dan lihatlah kualitas signalnya juga. Kalau signal suka main petak umpet, mending nggak usah.
2. Jangan install driver apapun dari CD bawaan paket penjualannya. Installah driver terbaru yang bisa di download di website Smart. Kalo perlu bawa flash disk sendiri untuk minta copy driver terbaru untuk OS anda saat membeli paket Haier D1200P di Gerai Smart.
3. Cobalah untuk otak-atik DNS setting nya. Cobalah untuk mengganti DNS dengan yang berikut ini:
Preferred DNS
Alternate DNS
202.43.178.245
<=>202.43.178.244
208.67.222.222
<=>208.67.220.220
[ini yang nggak copy paste] Utk ngotak atik DNS ini bukalah koneksi smart anda, klik kanan, klik properties, klik networking, pada internet protocol klik properties, kemudian klik use following….dst, pada kotak2 dialog tersebut isilah dengan DNS diatas.
Tapi sebelum otak-atik DNS tersebut, sebaiknya remove dulu instalasi modem yang sdh ada. install ulang dengan driver yang di download dari website Smart secara langsung. alamat web-nya ada disini atau download langsung di sini. Setelah instalasi dengan driver baru tersebut, barulah otak atik DNS-nya. [pengalamanku DNS yang koneksinya lancar adalah DNS yang bawah]
Selamat mencoba….[sekali lagi saya terimakasih dengan someone, yang tidak tercatat alamat weblogntya]

Apakah setelah habis masa 6 bulan gratisnya mau diapain? Ada yang tahu mungkin tentang paket pra bayar atau pasca bayarnya SMART ini? Yang jelas hari ini adalah hari terakhir saya memakai modem smart dengan jatah 2GB per-bulannya.
Waktu saya nyari-nyari untuk unlock eh ternyata malah dapat artikel tentang bagaimana mengoptimalkan koneksi dalam hp smart ini.

Bintaro, 18 Juni 2009

Label:

Kamis, 11 Juni 2009

17 PUPUH SUNDA: PERPADUAN ANTARA SENI SASTRA DAN SENI SUARA




17 PUPUH SUNDA:

PERPADUAN ANTARA SENI SASTRA DAN SENI SUARA


Apakah itu Pupuh? Pupuh adalah karya sastra berbentuk puisi yang termasuk bagian dari khazanah sastra Sunda. Pupuh itu terikat oleh patokan (aturan) pupuh berupa guru wilangan, guru lagu, dan watek. Guru wilangan adalah jumlah engang (suku kata) tiap padalisan (larik/baris). Guru lagu adalah sora panungtung (bunyi vokal akhir) tiap padalisan. Sedangkan watek adalah karakteristik isi pupuh.
Jumlah pupuh semuanya terdapat 17 jenis pupuh yang terbagi ke dalam dua kategori, yaitu 4 jenis pupuh termasuk ke dalam Sekar Ageung dan 13 jenis pupuh lainnya termasuk ke dalam Sekar Alit. Pupuh Sekar Ageung bisa ditembangkan (dinyanyikan) dengan menggunakan lebih dari satu jenis lagu, sedangkan pupuh Sekar Alit hanya bisa ditembangkan dengan satu jenis lagu saja. Di bawah adalah ke-17 jenis pupuh yang dimaksud:

Sekar Ageung
Pupuh Kinanti
Pupuh Sinom
Pupuh Asmarandana
Pupuh Dangdanggula
Sekar Alit
Pupuh Balakbak
Pupuh Durma
Pupuh Gambuh
Pupuh Gurisa
Pupuh Jurudemung
Pupuh Ladrang
Pupuh Lambang
Pupuh Magatru
Pupuh Maskumambang
Pupuh Mijil
Pupuh Pangkur
Pupuh Pucung
Pupuh Wirangrong

Setiap pada (bait) ke-17 jenis pupuh di atas memiliki jumlah padalisan yang tidak sama, begitupun dengan patokan pupuh berupa guru wilangan, guru lagu, dan watek ke-17 jenis pupuh di atas itu pun berbeda. Di bawah selengkapnya bisa dilihat perbedaannya:

KINANTI
Watek:
Menggambarkan perasaan sedang menanti (nungguan), khawatir (deudeupeun), atau rasa sayang (kanyaah).
Guru Wilangan dan Guru Lagu:
8-u, 8-i, 8-a, 8-i, 8-a, 8-i
Contoh Pupuh:
Budak leutik bisa ngapung
Babaku ngapungna peuting
Nguriling kakalayangan
Néangan nu amis-amis
Sarupaning bungbuahan
Naon baé nu kapanggih

SINOM
Watek:
Menggambarkan rasa gembira (gumbira) atau rasa sayang (kadeudeuh).
Guru Wilangan dan Guru Lagu:
8-a, 8-i, 8-a, 8-i, 7-i, 8-u, 7-a, 8-i, 12-a
Contoh Pupuh:
Warna-warna lauk émpang
Aya nu sami jeung pingping
Pagulung patumpang-tumpang
Ratna Rengganis ningali
Warnaning lauk cai
Lalawak patingsuruwuk
Sepat patingkarocépat
Julung-julung ngajalingjing
Sisi balong balingbing sisi balungbang

ASMARANDANA
Watek:
Menggambarkan rasa asmara (kabirahian), cinta kasih (deudeuh asih), atau rasa sayang (nyaah).
Guru Wilangan dan Guru Lagu:
8-i, 8-a, 8-é/o, 8-a, 7-a, 8-u, 8-a
Contoh Pupuh:
Éling-éling mangka éling
Rumingkang di bumu alam
Darma wawayangan baé
Raga taya pangawasa
Lamun kasasar lampah
Nafsu nu matak kaduhung
Badan anu katempuhan

DANGDANGGULA
Watek:
Menggambarkan rasa kedamaian (katengtreman), keindahan (kawaasan), keagungan (kaagungan), atau kegembiraan (kagumbiraan).
Guru Wilangan dan Guru Lagu:
10-i, 10-a, 8-é/o, 7-u, 9-i, 7-a, 6-u, 8-a, 12-i, 7-a
Contoh Pupuh:
Sing aringet ulah salah harti
Ngomongkeun batur téh penting pisan
Ngomong-ngomong tong polontong
Kabéh ngomongkeun batur
Keur muru hirup nu walagri
Diajar ngalalampah
Napak hirup batur
Maca kana pangalaman
Léngkah nu hade keur picontoeun diri
Nu goréng mah singkahan

BALAKBAK
Watek:
Menggambarkan lelucon (heureuy) atau komedi (banyol).
Guru Wilangan dan Guru Lagu:
15-é, 15é, 15-é
Contoh Pupuh:
Aya warung sisi jalan ramé pisan, Citaméng
Awéwéna luas-luis los ka dapur, ngagoréng
Lalakina los ka pipir nyoo monyét, nyanggéréng

DURMA
Watek:
Menggambarkan rasa marah (ambek), besar hati (gedé haté), atau semangat (sumanget)
Guru Wilangan dan Guru Lagu:
12-a, 7-i, 6-a, 7-a, 8-i, 5-a, 7-i
Contoh Pupuh:
Di mamana penjajah pada marudah
Lantaran dikiritik
Ku ahli nagara
Yén éta lampah jahat
Tapina kalah mudigdig
Ambek-ambekan
Dasar nu buta-tuli

GAMBUH
Watek:
Menggambarkan rasa sedih (kasedih), susah (kasusah), atau sakit hati (kanyeri).
Guru Wilangan dan Guru Lagu:
7-u, 10-u, 12-i, 8-u, 8-o
Contoh Pupuh:
Tuh itu beurit lintuh
Mani rendey anakna sapuluh
Arilikan gambarna masing taliti
Anakna kabéh ngariung
Saregep hormat ka kolot

GURISA
Watek:
Menggambarkan orang yang sedang melamun (ngalamun) atau melamun kosong (malaweung)
Guru Wilangan dan Guru Lagu:
8-a, 8-a, 8-a, 8-a, 8-a, 8-a, 8-a, 8-a
Contoh Pupuh:
Hayang teuing geura beurang
Geus beurang rék ka Sumedang
Nagih ka nu boga hutang
Mun meunang rék meuli soang
Tapi najan henteu meunang
Mo rék buru-buru mulang
Rék terus guguru nembang
Jeung diajar nabeuh gambang

JURU DEMUNG
Watek:
Menggambarkan rasa bingung, susah dengan apa yang harus dilakukan (pilakueun).
Guru Wilangan dan Guru Lagu:
8-a, 8-i, 8-a, 8-i, 8-a, 8-i
Contoh Pupuh:
Mun pinanggih jeung kasusah
Omat ulah rék nguluwut
Pasrahkeun ka Gusti
Ihtiar ulah tinggal
Neda kurnia Nu Agung

LADRANG
Watek:
Menggambarkan rasa lelucon (banyol) dengan maksud menyindir (nyindiran)
Guru Wilangan dan Guru Lagu:
10-i, 4-a (2x), 8-i, 12-a
Contoh Pupuh:
Coba teguh masing telek telik
Éta gambar, éta gambar
Sugan nyaho, Ujang nyai
Sato naon reujeung di mana ayana

LAMBANG
Watek:
Menggambarkan rasa lelucon (banyol) tetapi banyol yang mengandung hal yang harus dipikirkan.
Guru Wilangan dan Guru Lagu:
8-a, 8-a, 8-a, 8-a
Contoh Pupuh:
Riab anu lalumpatan
Lumpat bari tatanggahan
Tingalasruk susurakan
Rék ngarucu langlayang

MAGATRU
Watek:
Menggambarkan rasa sedih, penyesalan (handeueul) oleh perilaku sendiri, atau menasehati (mapatahan).
Guru Wilangan dan Guru Lagu:
12-u, 8-i, 8-u, 8-i, 8-o
Contoh Pupuh:
Coba teguh naon nu sukuna tilu
Panon opat henteu galib
Leumpangna rumanggieung laun
Éstuning ku matak watir
Dongko bari oho-oho

MASKUMAMBANG
Watek:
Menggambarkan rasa kesedihan (kanalangsaan), sedih dengan sakit hati.
Guru Wilangan dan Guru Lagu:
12-i, 6-a, 8-i, 8a
Contoh Pupuh:
Duh manusa mana teungteuingeun teuing
Nyangsara pohara
Naha naon dosa kuring
Anu matak dikurungan

MIJIL
Watek:
Menggambarkan rasa bersedih (kasedih) tetapi dengan penuh harapan.
Guru Wilangan dan Guru Lagu:
10-i, 6-o, 10-é, 10-i, 6-i, 6-u
Contoh Pupuh:
Aduh Gusti Anu Maha Suci
Sim abdi rumaos
Pangna abdi dumugi ka kesrek
Réhna sepuh parantos ngusir
Takabur sareng dir
Téga nundung sepuh

PANGKUR
Watek:
Menggambarkan rasa marah (ambek) yang tersimpan dalam hati atau menghadapi tugas yang berat.
Guru Wilangan dan Guru Lagu:
8-a, 11-i, 8-u, 7-a, 12-u, 8-a, 8-i
Contoh Pupuh:
Bapa Doblang pada terang
Kumis baplang nuruban biwir nu jeding
Pipi kemong, irung mancung
Panon buringas hérang
Goréng omong gawang-geuweung harung gampung
Pantrang mayar kana hutang
Licik sarta sok curaling

PUCUNG
Watek:
Menggambarkan rasa marah (ambek) terhadap diri sendiri, atau benci (keuheul) karena tidak setuju hati.
Guru Wilangan dan Guru Lagu:
12-u, 6-a, 8-é/o, 12-a
Contoh Pupuh:
Hayu batur urang dialajar sing suhud
Ulah lalawora
Bisi engké henteu naék
Batur seuri, urang sumegruk nalangsa

WIRANGRONG
Watek:
Menggambarkan rasa malu (kawiwirangan), malu oleh perilaku sendiri.
Guru Wilangan dan Guru Lagu:
8-i, 8-o, 8-u, 8-i, 8-a, 8-a
Contoh Pupuh:
Barudak mangka ngalarti
Ulah rék kadalon-dalon
Enggon-enggon nungtut élmu
Mangka getol, mangka tigin
Pibekeleun saréréa
Modal bakti ka nagara

Label:

Minggu, 17 Mei 2009

Test Kecepatan Blog

Tes Berat Blog dan Kecepatan Loading - Belajar Ngeblog: "http://www.iwebtool.com/speed_test"

Label:

Test Kecepatan dan Berat Blog

Yosep Lesmana
Setelah beberapa kali membuka blog, kenapa ya suka ada element yang hilang, kadang shoutmixnya ilang, apalagi ketika koneksi internetnya lagi lemot, kebetulan saya pake Modem SMART yang 6 bulan gratis, jadi ya harus agak sabar dalam buka-bukaan blog. Setelah saya cari tahu kenapa? Ternyata agak berat memang. Saya pun menemukian sebuah artikel di sebuah BLOG, yang sangat bagus. Saya coba untuk nge-test berapa berat blog saya dan seberapa detik kecepatan yang dibutuhkan untuk membuka blog saya, ternyata hasilnya sebagai berikut :
1. Tes Kecepatan = 00.00.09.546 itu setelah terbuka, tapi apabila dibuka pertama kali kecepatannya sebagai berikut = 00.00.41.000
2. Tes Berat Blog = 90.41 KB0.21 seconds
Ini situs buat sahabat yang mau nge-test,
1. Tes berapa dibutuhkan waktu untuk membuka
http://www.numion.com/Stopwatch/index.html?
2. Tes untuk menguji berapa second blog sahabat dapat terbuka http://www.iwebtool.com/speed_test
Nah, tes kecepatan ini saya temukan di sebuah Blog sahabat saya. Maklum saya masih pemula jadi bisanya hanya nyari posting orang dan mencobanya. Anda tertarik? Artikel aslinya ada di SINI. Mudah-mudahan bermanfaat. Mungkin sahabat blogger ada yang tahu cara nge-test yang lain, silahkan di share disini.

Label:

Cara mempertahankan Pagerank

Yosep Lesmana
Dalam dunia Blog terkadang banyak sekali hal-hal kecil yang sering dilewatkan. Tetapi bagi para Pemula seperti saya nge-blog hanya sebatas untuk menumpahkan unek-unek dalam kepala, atau sekadar iseng. Ada banyak hal yang bias menaikkan ranking blog kita, dengan cara update, atau nge add url kita di Google. Ada sebuah artikel yang say abaca di sebuah blog tentang cara mempertahankan pagerank blog kita, yang saya rasa itu sebuah informasi yang sangat membantu, blog tersebut memuat trick dan cheat-cheat bagaimana caranya nge-blog yang baik, salah satu yang menurut saya paling menarik adalah cara mempertahankan page rank kita. Walaupun blog saya ini terbilang masih belum dewasa, mungkin kalo dibilang seumur jagung mungkin lebih muda Blog saya ini, Blog yang saya kutip adalah : http://kisaranku.blogspot.com/ mungkin tipsnya seperti ini.
Kalau kita perhatikan di blog kita, kita bisa saja punya banyak link iklan, affilasi, socialbookmark, atau situs besar seperti yahoo, google. Untuk memperthankan PR, keberadaan semua link di atas tadi sebenarnya tidak perlu di index di mesin pencarian.Supaya jumlah outbond link kita jangan kebanyakkan dan tidak akan menjatuhkan PR kita. Solusinya yaitu menggunakan rel=nofollow. Dengan memakai rel=nofollow, semua situs diatas tidak akan diberi kredit pd mesin pencarian dan menghemat jumlah link yang keluar.

Contoh meng 'rel=nofollow' kan google dan yahoo

Google

Yahoo

Contoh meng 'rel=nofollow' kan link banner yang pakai button, button social bookmark, dan button rss feed juga.

Jaringan Iklan Online

Nah mudah kan? Mungkin ada pendapat yang lain dari anda yang bias membantu. Selamat mencoba.

Label:

CARA MENULIS

Abdullah Alawi

1. Mulai dari yang dekat. Menulislah dari yang paling dekat dengan kita, yang kita senangi, yang paling kita kuasai materinya. Kita pasti pernah mengalami konflik dengan orang tua, kekasih, teman, atau siapa saja. Awalilah harimu dengan menulis.

2. Penulis harus peka. Kepekaan bahasa, mencakup tulisan, paragraf, kalimat, arti kata-kata, kepekaan pada suatuperistiwa. Orang yang biasa menulis selalu akan tergelitik dengan apa-apa yang terjadi pada dirinya, dan sekitarnya. Hamsad Rangkuti yang melihat anak-anak yang disunat, timbullah cerpen “Panggilan Rasul”. Menulis harus terus diasah dan dibiasakan.

3. banyak baca. Membaca adalah tenaga dalam untuk menulis.

4. Tulis ulang: jangan pernah merasa puas dengan hasil yang dicapai dan juga jangan putus asa. Itu bisa menghalangi kita menjadi penulis. Bacalah kembali berkali-kali, ajaklah teman atau siapa pun untuk mengomentarinya. Tulis ulang! Dengan cara dan gaya yang berbeda. Misalnya kisah dongeng, kita ganti dengan sudut pandang akuan. Atau diganti dengan alur kilas balik dengan menggunakan sedikit dialog.

5. Copy Master; di Cina, orang yang mau melukis dia disodori lukisan yang bagus. Orang yang belajar melukis disuruh terus-terusan untuk meniru lukisan tsb hingga bisa. Begtulah seterusnya hingga dia menjadi pelukis yang mandiri dengan gaya tersendiri

6. Proses kreatif: kita dapat mengambil contoh misalnya adalah proses kreatif Hamsad rangkuti, seperti diakuinya sendiri dia adalah seorang pengelamun yang berat. Dia sering naik pada sebuah pohon, dan di sanalah dia berimajinasi. Ketika dia melihat orang dalam pesta sunat, lahirlah cerpen “Panggilan Rasul”. Ketika dia melihat patung pada sebuah tugu, lahirlah cerpen “Dia mulai Memanjat”. Utuy Tatang Sontani, menjadi cerpenis karena dia ditolak oleh seorang perempuan. Kirdjomulya, penyair, untuk mencari inspirasi dia menjadi seorang gali. Dosteyevski dia terpaksa mengarang “Kejahatan dan Hukuman” karena dia dililit utang. Saya sendiri adalah orang yang sering didongengi oleh bibi

Tubuh Cerpen

Alur; kejadian, tokoh, konflik: ketiganya adalah unsur pokok dalam sebuah cerita. Jalinan ketiganya disebut alur.
Latar, setiap cerita tidak ada yang berada dalam ruang yang vacuum. Alur biasanya mempunyai latar waktu dan tempat. Selain itu, bisa juga ditambahkan dengan latar sosial, latar budaya, ekonomi, politik dsb. Kecuali dalam cerita surealis. Warna lokal juga bisa dimasukan.
Kecuali dalam cerita surealisme atau absurdisme. Misalnya adam makripat danarto, megatruh, dll.
Posisi narator; biasanya disebut sudut pandang. Ada sudut pandang akuan (orang pertama), sudut pandang diaan (orang ketiga), atau sudut pandang campuran (tokoh dan pengarang sesekali menjadi narator)
Dialog: adalah percakapan dalam sebuah narasi. Dari dialog kita bisa menemukan ciri-ciri seorang tokoh. Penggunaan dialog tergantung kemauan si penulis. Ada cerpen yang sama sekali tidak menggunakan dialog
Pola narasi: ada yang mengatakan awal, tengah, akhir. Gaya kilas balik, flash back, maju mundur. Cerpen KOHSU. Saya pernah ngobrol dengan seorang teman yang mengatakan penulis-penulis terkenal sekarang kalau dilihat dari segi ide sudah tidak ada yang baru, tetapi mereka mengemasnya dalam sebuah gaya yang kokoh.
Tanda baca: bagaimana menggunakan tanda koma, titik, titik dua, tanda petik. Anda bisa mempelajarinya dalam tatabahasa indonesia EYD. Tetapi dalam penulisan karya saatra banyak kewenangan yang bisa dilakukan. Kalimat tak lengkap.
Transisi;untuk menjaga agar semua bagian tulisan menjadi logis dalam suatu kesatuan anatara sebelum da sesudahnya maka perlu apa yang dinamakan transisi. Contoh, dan, tetapi, kemudian, atau berupa frasa, sesudah itu, tak berapa kemudian, walaupun demikian, dsb. Trnsisi berarti peralihan dari suatu kerja, keadaan, hal atau pokok pembicaraan yang lain.
Diksi.

Yang Perlu Dihindari

Pengulangan: jangan sekali-kali melakukanpengulangan yang tidak perlu karena itu bisa jadi mencederai tulisan kita. Kecuali kalau kita mengolahnya dengan apik akan menghasilkan tulisan yang menarik dan unik. Adam Makrifat Danarto.


Anakronisme latar waktu dan tempat. Latar waktu, saya lahir tahun 80-an di sebuah desa di kaki gunung Bongkok. Setiap pagi matahari menyembul dari balik gunung itu. Pada tahun itu juga saya mendengar ada gerakan G 30 S/PKI. Latar tempat. Saya tinggal di sebuah desa terpencil dekat pantai selatan pulau Jawa. Tempatku dekat dengan petilasan Nyi Roro Kidul. Setiap pagi saya melihat monas.

Label:

Selasa, 05 Mei 2009

Santri dan Wayang Golek

Yosep Lesmana*
Sebuah polemik yang terjadi di dalam kehidupan kita terkadang tidak terlihat. Seperti hubungan antara santri dan Wayang Golek. Mungkin apabila ditarik benang merah antara kehidupan santri dengan kehidupan manusia, khususnya Santri itu sangat berhubungan. Tetapi sering terjadi konflik dan kontroversi antara ke-halalan dan haramnya menonton atau mendengar wayang golek, mungkin saya tidak akan membahas masalah itu. Yang akan dibahas disini adalah kenapa Santri cenderung tertarik dengan Wayang Golek. Bahkan banyak yang sudah menduduki kedudukan sebagai Ustadz atau Kiyai yang dulunya sebagai santri (Salaf), bahkan ada yang benci tapi rindu dengan Wayang Golek. Bahkan banyak keterangan dan penjelasan yang tidak didapat dari penjelasan secara harfiah dan maknawiah di pesantren tetapi dibahas dan dijelaskan di Wayang golek, menurut penuturan seorang Santri.
1. Wayang Golek
Mungkin kita akan sedikit menggali tentang sejarah wayang golek, dan apa itu wayang golek.
Asal-usul
Asal mula wayang golek tidak diketahui secara jelas karena tidak ada keterangan lengkap, baik tertulis maupun lisan. Kehadiran wayang golek tidak dapat dipisahkan dari wayang kulit karena wayang golek merupakan perkembangan dari wayang kulit. Namun demikian, Salmun (1986) menyebutkan bahwa pada tahun 1583 Masehi Sunan Kudus membuat wayang dari kayu yang kemudian disebut wayang golek yang dapat dipentaskan pada siang hari. Sejalan dengan itu Ismunandar (1988) menyebutkan bahwa pada awal abad ke-16 Sunan Kudus membuat bangun 'wayang purwo' sejumlah 70 buah dengan cerita Menak yang diiringi gamelan Salendro. Pertunjukkannya dilakukan pada siang hari. Wayang ini tidak memerlukan kelir. Bentuknya menyerupai boneka yang terbuat dari kayu (bukan dari kulit sebagaimana halnya wayang kulit). Jadi, seperti golek. Oleh karena itu, disebut sebagai wayang golek.
Pada mulanya yang dilakonkan dalam wayang golek adalah ceritera panji dan wayangnya disebut wayang golek menak. Konon, wayang golek ini baru ada sejak masa Panembahan Ratu (cicit Sunan Gunung Jati (1540-1650)). Di sana (di daerah Cirebon) disebut sebagai wayang golek papak atau wayang cepak karena bentuk kepalanya datar. Pada zaman Pangeran Girilaya (1650-1662) wayang cepak dilengkapi dengan cerita yang diambil dari babad dan sejarah tanah Jawa. Lakon-lakon yang dibawakan waktu itu berkisar pada penyebaran agama Islam. Selanjutnya, wayang golek dengan lakon Ramayana dan Mahabarata (wayang golek purwa) yang lahir pada 1840 (Somantri, 1988).
Kelahiran wayang golek diprakarsai oleh Dalem Karang Anyar (Wiranata Koesoemah III) pada masa akhir jabatannya. Waktu itu Dalem memerintahkan Ki Darman (penyungging wayang kulit asal Tegal) yang tinggal di Cibiru, Ujung Berung, untuk membuat wayang dari kayu. Bentuk wayang yang dibuatnya semula berbentuk gepeng dan berpola pada wayang kulit. Namun, pada perkembangan selanjutnya, atas anjuran Dalem, Ki Darman membuat wayang golek yang membulat tidak jauh berbeda dengan wayang golek sekarang. Di daerah Priangan sendiri dikenal pada awal abad ke-19. Perkenalan masyarakat Sunda dengan wayang golek dimungkinkan sejak dibukanya jalan raya Daendels yang menghubungkan daerah pantai dengan Priangan yang bergunung-gunung. Semula wayang golek di Priangan menggunakan bahasa Jawa. Namun, setelah orang Sunda pandai mendalang, maka bahasa yang digunakan adalah bahasa Sunda.
Jenis-jenis Wayang Golek
Ada tiga jenis wayang golek, yaitu: wayang golek cepak, wayang golek purwa, dan wayang golek modern. Wayang golek papak (cepak) terkenal di Cirebon dengan ceritera babad dan legenda serta menggunakan bahasa Cirebon. Wayang golek purwa adalah wayang golek khusus membawakan cerita Mahabharata dan Ramayana dengan pengantar bahasa Sunda sebagai. Sedangkan, wayang golek modern seperti wayang purwa (ceritanya tentang Mahabarata dan Ramayana, tetapi dalam pementasannya menggunakan listrik untuk membuat trik-trik. Pembuatan trik-trik tersebut untuk menyesuaikan pertunjukan wayang golek dengan kehidupan modern. Wayang golek modern dirintis oleh R.U. Partasuanda dan dikembangkan oleh Asep Sunandar tahun 1970--1980.
Pembuatan
Wayang golek terbuat dari albasiah atau lame. Cara pembuatannya adalah dengan meraut dan mengukirnya, hingga menyerupai bentuk yang diinginkan. Untuk mewarnai dan menggambar mata, alis, bibir dan motif di kepala wayang, digunakan cat duko. Cat ini menjadikan wayang tampak lebih cerah. Pewarnaan wayang merupakan bagian penting karena dapat menghasilkan berbagai karakter tokoh. Adapun warna dasar yang biasa digunakan dalam wayang ada empat yaitu: merah, putih, prada, dan hitam.
Nilai Budaya
Wayang golek sebagai suatu kesenian tidak hanya mengandung nilai estetika semata, tetapi meliputi keseluruhan nilai-nilai yang terdapat dalam masyarakat pendukungnya. Nilai-nilai itu disosialisasikan oleh para seniman dan seniwati pedalangan yang mengemban kode etik pedalangan. Kode etik pedalangan tersebut dinamakan "Sapta Sila Kehormatan Seniman Seniwati Pedalangan Jawa Barat". Rumusan kode etik pedalangan tersebut merupakan hasil musyawarah para seniman seniwati pedalangan pada tanggal 28 Februari 1964 di Bandung. Isinya antara lain sebagai berikut: Satu: Seniman dan seniwati pedalangan adalah seniman sejati sebab itu harus menjaga nilainya. Dua: Mendidik masyarakat. Itulah sebabnya diwajibkan memberi con-toh, baik dalam bentuk ucapan maupun tingkah laku. Tiga: Juru penerang. Karena itu diwajibkan menyampaikan pesan-pesan atau membantu pemerintah serta menyebarkan segala cita-cita negara bangsanya kepada masyarakat. Empat: Sosial Indonesia. Sebab itu diwajibkan mengukuhi jiwa gotong-royong dalam segala masalah. Lima: Susilawan. Diwajibkan menjaga etika di lingkungan masyarakat. Enam: Mempunyai kepribadian sendiri, maka diwajibkan menjaga kepribadian sendiri dan bangsa. Tujuh: Setiawan. Maka diwajibkan tunduk dan taat, serta menghormati hukum Republik Indonesia, demikian pula terhadap adat-istiadat bangsa.
Dalam catatan sejarah kemunculan wayang golek semasa Kerajaan Pajajaran ada dua fungsi yaitu
1. untuk upacara ritual yaitu untuk ruwatan
2. untuk hiburan
Wayang golek untuk ruwatan dipakai pada ruwatan rumah, anak, nanggung bugang ( seorang adik yang kakaknya meninggal dunia ), surambi ( 4 orang putra), pandawa lima ( 5 putra ), pandawi ( 5 putri ), talaga tanggal kausak ( seorang putra diapit 2 putri ) samudra hapit sindang ( seorang putri diapit 2 putra ) yang sampai saat ini masih digunakan oleh masyarakat yang mempercayainya.
Wayang Golek untuk hiburan dipergunakan untuk upacara dan perayaan khusus seperti khitanan, perkawinan, perayaan karawitan , hari jadi , hari-hari besar dan penyambutan tamu- tamu negara. wayang golek yang dikenal kita dalah wayang golek purwa , wayangnya terbuat dari kayu menyerupai bentuk manusia yang disebut golek oleh karna itu disebut wayang golek. Ada 2 macam wayang golek di tatar Sunda : wayang golek papak( cepak ) / wayang golek menak dan wayang golek purwa . wayang golek adalah bentuk teater rakyat yang sangat populer di masyarakat . lakon- lakon wayang golek memiliki lakon galur dan carangan yang semuanya bersumber dari cerita ramayana dan Mahabrata. Pembawa cerita disebut Dalang sekaligus pemimpin pertunjukan menyuarakan anatwacana , mengatur gamelan, mengatur lagu dll. wayang golek purwa memakai bahasa Sunda , karawitan pengiringnya berlaras salendro yang terdiri dari waditra dua saron , satu peking, satu salentem, satu bonang, satu rincik, satu perangkat kenong, sepasang goong * kempul goong ) dan seperangkat kendang ( satu indung 3 kulanter ) , gambang, rebab, wira suara ( juru alok ), sinden . Kemunculan sinden dalam wayang golek sekitar tahun1920an pada sekitar tahun 1960an yang terkenal diantaranya adalah Upit sarimanah, Titom Patimah sedangkan dalang yang terkenal diantaranya : R.U . Partasuanda, Abah sunarya, Entah Tiryana, Apek Tarkim, Asep Sunandar Sunarya, ade Kosasih, Dede Amung, Cecep Supriyadi dll. Pertunjukan Wayang golek biasanya ditempat terbuka dengan memakai panggung yang ditinggikan ( balandongan ) sehingga penonton dapat melihat satu arah dan berkonsentrasi pada pertunjukannya.
2. Santri
Entah siapa yang mengatakan, bahwa kata santri berasal dari bahasa Inggris. Yaitu sun dan there, yang berarti tiga matahari. Saya belum pernah mendengar seseorang yang memaknai kata itu secara eksplisit. Namun, saya berpikir, bahwa mungkin yang disebut tiga matahari tiada lain adalah rukun agama, dimana tiga unsur itu wajib dimiliki oleh setiap umat Islam. Tiga rukun itu yaitu, Iman, Islam dan Ihsan. Dalam hal ini, saya mengindikasikan bahwa seorang santri pantas dan seharusnya memiliki tiga rukun iman tersebut dan terpatri di dalam dirinya.
Dengan demikian, kewajiban identitas santri adalah seorang yang memiliki keimanan yang kuat, dan hidupnya seiring dengan ajaran Islam serta mengindahkannya. Kemudian, dari keduanya jika telah terpatri dalam diri santri maka akan melahirkan sikap dan perilaku yang baik (Ihsan). Tentu sudah menjadi kewajiban moral bagi seorang santri hidup dengan ke’arifan Islam sebagai cerminan dari keimannya.
Setiap santri adalah muslim, namun tidak semua muslim dikatakan santri. Pembahasan tentang muslim—orang yang sudah masuk Islam—terlalu luas jika diidentikan dengan santri. Karena, hukum sosial telah menyudutkan pengertian santri sebagai orang yang mengaji dipesantren atau rajin mengaji dimasjid. Kalaupun ada celetusan yang mengatakan bahwa setiap muslim adalah santri, itu syah-syah saja dalam segi konteks. Namun, secara tekstual pengertian santri adalah orang-orang yang mengaji atau belajar ilmu agama pada sebuah lembaga pendidikan Islam—pesantren, baik tradisional ataupun modern. Kendati demikian, rupanya fleksiblitas pesantren mengikuti arus modernisasi tidak bisa dihindarkan, realitas objektif menunjukan adanya transformasi pesantren dari corak pesantren klasik (salafiyah) menjadi corak pesantren modern. Sehinngga orientasipun berubah, ada santri abangan yang mengaji di pesantren salafiyah dan santri intelek yang mengaji di pesantren modern.
Dalam konteks itu, apapun istilah santri entah itu abangan atau intelek yang pasti keduanya mempunyai sisi identik, yaitu dakwah. Dakwah bagi seorang santri merupakan kewajiban moral, sebagai identitas dari kekhasanya. Di zaman sekarang, seorang santri tidak diindikasikan sebagai orang yang selalu memakai kopiah, pakaian muslim lengkap dengan sarung, leher dililit oleh sorban atau lain sebagainnya. Sebab, jika dilihat dari sisi itu, maka santri modern mayoritas sulit dibedakan dengan masyarakat nonsantri. Dengan demikian, cirri khas santri di era modern sejatinya dengan retorika berdakwah. Apapun tema yang disampaikan santri dalam orasinya yang pasti esensinya harus berbau nilai-nilai religi.
Jika kewajiban moral santri berdakwah, maka kewajiban lembaga pesantren terhadap santri harus bisa mengajarkannya retorika dakwah yang baik. Dengan demikian, identitas seorang santri tidak akan hilang. Santri modern lebih mengidentikan santrinya terhadap intelektualitas. Sedangkan santri abangan tidak mengenal intelektualitas, namun ciri khas retorika dakwahnya akan membahas esensi permasalahan dari satu titik sehingga dakwahnya rinci dan tajam. Berbeda dengan santri modern, ia akan menjabarkan suatu permasalahan dengan lebar, dibidik dari berbagai disiplin ilmu. Jadi, kendati mereka santri tetap saja dalam retorika dakwahynya bisa diindikasikan berbeda. Toh, kalaupun dari segi minoritas ada gaya berdakwahnya yang sesuai, gramatika misalnya.
Apabila dilihat secara gambaran diatas maka sangatlah jauh hubungannya. Bahkan sebagian orang mengatakan bahwa wayang golek itu Haram, saya mengutip dari sebuah perkataan seorang dalang kondang, “Jadi haram, apabila kau makan, pasti nyangkut di tenggorokan” begitu kata kang Asep Sunandar dalam sebuah pertunjukannya. Namun yang mengherankan justru penulis pun menyukai wayang golek itu semenjak masuk pesantren atau bisa dibilang ketika mulai menjadi santri.
Pada awalnya hanya sebatas ingin tahu si cepot yang katanya suka bercanda, namun lama-kelamaan justru malah jadi sebuah hobby. Bukan karena jenakanya si cepot, tetapi juga karena muatan-muatan penjelasan terhadap sebuah dalil. Para dalang mengupas habis dalil-dalil secara langsung penerapan terhadap kehidupan sehari-hari. Banyak sekali contohnya. Selain itu wayang golek salah satu media penyampai inspirasi dan keresahan rakyat. Mungkin karena alas an itu kenapa santri ada kaitannya dengan wayang golek.

Sumber :
- http://uun-halimah.blogspot.com/2008/06/wayang-golek-jawa-barat.html (Nisfiyanti, Yanti. 2005. “Wayang Media Sosialisasi Nilai-Nilai Budaya pada Masyarakat Sunda” (Laporan Hasil Penelitian)
- http://bandungkab.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=328&Itemid=219
- http://cinta-syamsudin.blogspot.com/2008/11/santri-dan-dakwah.html

Label:

Domba Ketujuh

Oleh Abdullah Alawi*

Di tempat yang sama, dengan pakaian yang serupa, lautan manusia, dari berbagai suku bangsa bersatu memenuhi undangan-Nya. Dalam satu suara mereka melapal, Labaika Allahuma labaik. Angkasa dipenuhi gemuruh takbir yang merayap ke pangkuan-Nya. Dalam satu nafas, mereka berharap ridonya. Gema takbir, tahlil dan tahmid berhamburan mengagungkan asma-Nya, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar walillahilhamd. Mereka mengelilingi baitullah. Berhaji. Mereka berharap mabrur.

Bagi mereka yang tdak berhaji, pagi harinya berbondong ke lapangan atau masjid-masjid menunaikan shalat Idul Adha. Tadi malam, bedug bertalu. Takbir membahana.

Hari itu dinamakan hari Tasyrik. Selama tiga hari setelahnya diharamkan puasa apa pun. Bagi orang yamg mampu disunahkan untuk berkurban dengan menyembelih domba, kerbau, sapi, atau sejenisnya. Hari itu banyak berceceran darah binatang di mana-mana. Tanah basah dengan darah. Konon, ritual qurban berasal sari usaha penyembelihan Ibrahim pada Ismail untuk memenuhi janjinya pada Tuhan. Tapi gagal. Kemudian Jibril datang membawa domba dari surga.

Pagi itu di sebuah kampung ada acara penyembelihan hewan qurban. Tujuh ekor domba jantan yang bagus dan seekor kerbau gemuk yang diserahkan beberapa orang kaya pada DKM untuk dibagikan kepada yang berhak menerimanya.

Kira-kira pukul 08.30, setelah shalat Ied, orang-orang berkumpul di halaman masjid yang lapang. Matahari bersinar dengan teriknya. Langit biru cerah tak terhalang awan sedikit pun. Beberapa ekor burung melayang rendah di udara. Angin cuma sepoi-sepoi saja. Anak-anak sudah ramai. Pakaian mereka bagus-bagus. Mereka menikmati suasana itu. Mereka bermain sesukanya. Tawa bahagia berderai. Mereka ingin menyaksikan darah yang mengalir deras dari tenggorokan, kemudian menyentuh bumi. Para orang tua banyak juga yang telah datang. Mereka membawa alat seadanya untuk membantu penyembelihan. Mereka telah siap menyaksikan darah yang akan mengalir dari tenggorokan kemudian mencium bumi, lalu ada tubuh yang bergelinjangan sekarat meregang nyawa. Ibu-ibu dengan masih memakai pakaian lebarannya juga telah hadir sambil tak henti-hentinya ngobrol soal apa saja. Anak-anak gadis membentuk kelompok sendiri. Mereka ngobrol soal yang berbeda. Mereka sudah siap melihat darah yang mengalir deras mencium bumi.

Sementara yang akan disembelih seperti tidak tahu-menahu kejadian apa yang akan menimpanya. Kerbau itu tenang-tenang saja memakan rumput hijau yang diletakkan di atas karung. Dia tidak tahu darahnya akan dialirkan hari ini, kemudian sekarat, kemudian dikuliti, kemudian dicincang, kemudian diiris, disate, disemur, dan apa pun namanya. Dia tidak tahu-menahu sama sekali. Dia tidak tahu ini adalah hari terakhirnya. Cuma dia mungkin merasa asing karena ada makhluk lain yang ramai-ramai di sekelilingnya. Tujuh ekor domba juga sama seperti itu. Mereka tidak tahu-menahu darahnya akan dialirkan hari ini ke perut bumi. Mereka hanya memakan rumput liar di halaman masjid itu. Kadang-kadang ada yang berkeliling mengitari pancung berusaha melepaskan diri dari tambang yang mengikatnya. Tapi tambang itu begitu kuatnya. Ada juga yang digoda anak-anak, kemudian dia mundur mengambil ancang-angang hendak menanduk anak-anak tersebut. Mereka berhamburan sambil tertawa. Ada juga yang sedikit cemas takut tambang pengikatnya tiba-tiba saja putus.

Tidak berapa lama kemudian beberapa orang ahli penyembelihan mendekati kerbau yang asyik merumput. Dengan hati-hati sekali, mereka mampu menggulingkan kerbau tersebut hingga posisinya memudahkan untuk disembelih. Kerbau itu tak bisa berkutik karena tambang telah meringkusnya. Dia tak berdaya sama sekali. Semakin dia banyak bergerak semakin tambang itu meringkusnya. Tenaganya sia-sia belaka. Dia meraung mencoba hendak berdiri. Tanduknya dibanting-bantingkan sekenanya.

Seseorang maju ke depan. Rokok yang sudah hampir menjadi puntung dibuangnya. Dia mencabut golok dari sarungnya menantang cahaya matahari. Mata golok berkilauan. Rupanya dia sang penjagal. Dengan golok terhunus dia mendekati makhluk yang sudah tak berdaya itu. Seorang kiai siap memimpin doa. Si pemilik kerbau menyaksikan di belakangnya. Orang-orang yang menyaksikan melingkar agak jauh dari kerbau tersebut. Pandangan mereka terpusat pada leher kerbau. Tapi ada juga yang miris melihat penyembelihan itu. Tambang yang meringkus setiap kaki kerbau dipegang kuat-kuat oleh beberapa orang lelaki muda.

Penyembelihan dimulai setelah doa dibacakan. Golok itu melukai tenggorokan sang kerbau. Darah mengalir deras mencium lubang di bawahnya. Dari mulutnya keluar ngorok bercampur darah. Tubuh itu meregang melepas nyawa. Kakinya kejang-kejang beberapa lama. Napas terakhir habis. Kemudian sekarat, kemudian mati, kemudian dikuliti, kemudian dicincang, kemudian ditimbang, kemudian dibagikan. Kepala dan hatinya dipisahkan buat kiai. Pahanya buat ketua DKM. Pahanya yang satu lagi buat pak kades. Kulitnya buat bedug yang semalam bolong terus-terusan dipukul. Sisanya dibagikan buat mereka yang berhak menerima.

Domba-domba jantan itu pun tak jauh berbeda nasibnya dengan kerbau tersebut. Lehernya dipenggal. Darah mereka mengalir menciumi bumi. Kemudian dagingnya dibagi-bagikan. Kepalanya buat kiai kampung tetangga. Buat bapak kepala dusun. Buat bapak ketua RT, bapak pertahanan sipil, anggota DKM dan sesepuh kampung. Kakinya jadi rebutan. Kulitnya dijual kepada tengkulak kulit yang beberapa hari sebelumnya sudah memesan. Sebagian untuk dimasak waktu itu juga bagi yang bekerja membantu penyembelihan. Sisanya dibagikan buat mereka yang membutuhkan.

Matahari semakin meninggi. Siang semakin panas saja. Penyembelihan terakhir adalah domba ketujuh. Orang-orang sudah kelelahan. Orang-orang yang menyaksikan tidak sebanyak penyembelihan sebelumnya. Pak kiayi sudah pegal mulutnya menghembuskan doa-doa. Sang penjagal sudah gonta-ganti. Darah yang berceceran sudah mengental. Seseorang menuntun domba itu ke lubang penyembelihan bekas kawan-kawannya. Domba ketujuh itu tidak berontak sebagaimana domba sebelumnya. Dia pasrah. Ketika golok itu akan menggorok lehernya, setelah doa dibacakan, saat setiap pasang mata terpusat pada lehaernya, tiba-tiba dengan lantangnya domba ketujuh itu bicara,

“Sebentar, sebentar, sebelum golok ini menggorok leherku, sebelum darahku jatuh ke tanah, sebelum nyawa ini melayang, sebelum tubuh ini dikuliti, izinkan aku bicara dulu.”

Kontan saja sang penyembelih mundur beberapa langkah menabrak orang-orang yang ada di belakangnya. Orang-orang di belakangnya menabrak orang-orang di belakangnya pula. Orang-orang seragam dalam kekagetan. Orang yang memegang tali pengikat kaki domba itu kabur tunggang-langgang. Matanya terbelalak. Mulutnya ternganga. Tapi ada juga yang tetap diam terkena sihir. Tak bergerak seperti patung kedinginan.

Penyembelih itu terkesiap. Goloknya terlepas hampir mengenai kakinya. Wajahnya kehilangan darah. Dia hampir saja kabur kalau beberapa orang tidak menceghnya. Napasnya sengal-sengal seperti baru saja dikejar setan. Keringat sebesar biji-biji jagung keluar dari mukanya yang kehitaman.

Orang-orang yang menyaksikan penyembelihan itu mematung. Mereka seperti kena hipnotis. Mereka hampir tak percaya akan mata dan pendengarannya masing-masing. Untuk beberapa saat mereka diam. Kemudian mereka saling bertanya atas kejadian itu, dan kemudian mereka saling tidak tahu jawabannya. Di antara mereka ada yang mengusulkan untuk membatalkan pemyembelihan domba ketujuh.

“Bagaimana kiyai, apakah penyembelihan ini akan dilanjutkan?” Tanya seseorang di sampingnya yang merupakan ketua DKM.

Pertanyaan ketua DKM itu memecah keheningan kiayi. Dia mengusap keringat di wajahnya beberapa kali dengan sorbannya. Mulutnya mengucap istighfar. Tapi dia belum menjawab pertanyaan itu seolah tidak tahu apa yang harus dikatakan dan dilakukan. Dia menghela napas dalam-dalam.

“Wahai manusia, kenapa kalian tampaknya keheranan mendengarku bicara? Tidak ada yang luar biasa bagi-Nya. Aku hanyalah seekor binatang yang sudah tak berdaya. Tak perlu diherani apalagi ditakuti. Kejadian ini biasa-biasa saja. Tak ada yang istimewa. Kalau mau disembelih, sembelihlah aku! Itu lebih baik bagiku. Tapi sebelum itu, izinkan aku bicara barang sebentar”, kata domba ketujuh dengan suara lantang dan jelas sehingga setiap telinga dapat mendengarnya.

Orang-orang masih diselimuti keheranan. Mereka hanya mematung. Tak bergeming. Orang yang tadi kabur pontang-panting datang kembali dengan orang yang ingin melihat penyembelihan itu. Orang-orang masih saja diam. Hanya kiayi yang bicara. Dia mencoba untuk tenang.

“Kalau kamu mau bicara, bicaralah! Kami bangsa manusia akan memberikan kesempatan bagimu. Kami siap mendengarnya.”

“Baik, baik,” kata domba ketujuh, kemudian berhenti sebentar. Tenggorokannya seperti tersedak. “Tapi tolong, tambang yang mengikat leherku dilonggarkan sedikit supaya aku leluasa bicara. Percayalah aku tidak akan kabur. Aku tidak akan ngamuk. Kematian adalah hal yang biasa saja,” katanya lagi.

Beberapa orang dengan sigap, ragu-ragu melonggarkan tambang pengikat leher domba ketujuh. Mereka sudah tidak canggung lagi sekarang.

“Begini, bangsa manusia,” kata domba tersebut sambil tetap dalam posisi untuk disembelih. Sementara tubuh dan keempat kakinya masih diringkus. “Sebelum napas terakhirku habis, nyawaku hilang melayang-layang, darahku mencium bumi, tubuhku dikuliti, dagingku dicincang diiris-iris kemudian kalian masak dengan berbagai macam cara dan selera. Aku rela. Aku ikhlas. Karena itu garis takdir yang dituliskan atas diriku. Tapi sebelum semua itu terjadi, aku punya satu permohonan.’’

“Jangan bertele-tele, wahai domba ketujuh. Kalau boleh tahu, apa permohonan terakhirmu itu? Kalau kami mampu, kami bisa mengabulkannya,” kata kiyai itu mulai agak akrab. Orang-orang yang menyaksikan pun keheranannya sedikit mencair. Mereka memasang mata dan telinga masing-masing seolah tidak ingin terlewatkan satu huruf pun atas kata-kata domba ketujuh.

“Begini bangsa manusia, sudah kukatakan bahwa aku ikhlas seikhlas-ikhlasnya jika aku dijadikan qurban. Aku rela leherku disembelih, darahku mambasahi bumi, tubuhku dikuliti, dagingku dicincang, aku tidak akan menangis, keluargaku pun tidak akan bersedih karena itu tidak akan berlaku dalam duniaku. Anak-anakku pun tidak akan melakukan balas dendam karena kami tak mengenal itu.”

“Lantas apa maumu?”

“Tapi aku dan kawan-kawanku tak rela sama sekali. Tak rela.”

“Kamu tak mau disembelih?” tanya kiayi. “Kalau itu maumu, kami bisa mempertimbangkannya.” Lanjut kiayi.

“Bukan itu permasalahannya.”

“Lantas?”

“Kenapa daging kawan-kawanku dan mungkin juga aku bagian yang banyak hanya dinikmati oleh kiyai, ketua DKM, kepala desa, kepala dusun, pak RT, pak pertahanan sipil dan sesepuh kampung? Kenapa mereka yang didahulukan? Mereka itu orang yang berada. Mampu membeli tanpa dibagi. Mereka sering makan daging. Biarkanlah orang-orang miskin, anak-anak yatim, orang-orang jompo menikmati daging lebih banyak saetahun sekali. Mereka jarang-jarang makan daging.”

Kiayi itu merah mukanya. Kata-kata itu menohok mukanya. Ketua DKM tertunduk. Orang-orang yang mendengar itu berbisik-bisik.

“Sebelum kalian menyembelihku, sembelihlah napsumu! Sembelihlah hasratmu. Potonglah kerakusanmu! Sembelihlah keangkuhanmu. Penggaallah kesombonganmu. Potonglah keserakahanmu!”

"Kenapa kalian bengong? Sembelihlah aku! Sembelihlahlah aku! Aku ingin segera menghadap-Nya. Menyusul teman-temanku"

Semuanya diam.

"Baiklah kalau kalian tidak mau menyebelihku, biarlah aku yang akan menyembelih diriku sendiri, mencincang sendiri, dan biarlah aku membagikannya ke faqir miskin, anak yatim, orang-orang jompo. Aku tidak mau merepotkan kalian...."

Sukabumi, 2004

*penulis adalah koordinator kajian di PIRAMIDA circle Ciputat

Label: